PROF. DR. F.G. WINARNO: Kualitas Pangan Tentukan Peradaban - Indonesia Bangsa Pembaharu
Headlines News :






Subscribe me

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Monday 17 December 2012

PROF. DR. F.G. WINARNO: Kualitas Pangan Tentukan Peradaban


Makanan tradisional merupakan kekayaan budaya yang tenggelam saat ini. Sayang, tak ada kebijakan negara yang mendorong bangsa Indonesia untuk lebih mencintai harta terpendam tersebut. Dalam pengamatan ahli rekayasa pangan Prof. F.G. Winarno, makanan tradisional memiliki nilai gizi yang lebih lengkap ketimbang makanan modern serta punya tingkat keragaman yang lebih baik.
Ironisnya, pintu masuknya makanan impor kini terbuka lebar, industri makanan dan minuman tradisional pun tergilas. Tak ada pemegang kekuasaan yang berpikir dan bertindak konsisten merumuskan strategi pangan.
Kepada Donny Iswandono dari Warisan Indonesia, Pak Win—demikian orang nomor satu pada Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia itu akrab dipanggil—menuturkan panjang lebar kegundahan hatinya serta obsesinya untuk menyelesaikan sebuah ensiklopedia makanan tradisional. Ia yakin budaya Indonesia bisa tumbuh kuat apabila kita mengerti makna filosofis dan kultural yang tersembunyi dalam makanan tradisional.
Bangsa Jepang punya kebiasaan makan yang membuat mereka jadi bangsa yang hebat. Kebiasaan makan setiap daerah berbeda, mungkinkah nenek moyang kita juga punya resep hebat?Kalau kita melihat banyak jenderal hebat datang dari wilayah Banyumas, seperti Sudirman, Soesilo Sudarman, (Supardjo Rustam, Ahmad Yani, Endriartono Sutarto, Red), saya selalu berpikir kenapa hal yang sama terjadi di China. Para jenderal hebat China berasal dari wilayah Sichuan. Hal itu mengundang saya untuk berpikir, kemungkinan ada tradisi makan yang membuat oran-gorang di kedua wilayah itu tumbuh sebagai manusia yang hebat.
Suatu saat, saya pernah diminta mengatasi wabah tempe bongkrek yang merenggut nyawa orang di kawasan Banyumas. Setelah kami bentuk tim peneliti untuk mengetahui sebab-sebab mengapa makanan tradisional itu tiba-tiba merenggut nyawa orang. Akhirnya, kami tahu bahwa ada kandungan bakteri yang tak baik untuk tubuh manusia dalam aliran Sungai Serayu (produsen tempe bongkrek banyak yang memanfaatkan airnya untuk mencuci, Red).
Sekarang makanan itu sepertinya tak lagi populer di masyarakat. Dan, kita tak lagi mendengar jenderal-jenderal kita berasal dari wilayah itu. Dugaan saya, di wilayah itu ada tradisi makan yang kuat sehingga banyak orang hebat tumbuh dari sana.
Lantas bagaimana sebaiknya mengembangkan strategi pangan?
Tentu banyak hal mesti kita perhatikan kebijakan lokal, kearifan lokal, yang sudah dimiliki bangsa ini. Kearifankearifan itu mesti kita gali lagi lantas kita terapkan sehingga menjadi budaya makan Indonesia yang aman.
Kebetulan saya sedang menyiapkan tulisan sendiri soal budaya makan. Saya mengawalinya dengan membahas terlebih dahulu apa itu budaya Indonesia. Saya mencoba menggali semua adat daerah sehingga akan ketemu bagaimana budaya membikin makanan yang aman dikonsumsi. Ternyata hal itu banyak sekali.
Dalam penggalian itu saya ketemu budaya yang tabu, dalam arti tak boleh diterapkan, dan budaya yang harus diterapkan. Itulah bukti bahwa manusia juga harus berbudaya. Dahulu kita tahu kalau Jenderal Hoegeng jatuh dari posisi Kapolri karena menganjurkan agar orang memakai helm saat mengendarai motor. Itu merupakan salah satu upaya untuk menciptakan budaya aman saat berkendaraan di jalan.
Saat ini kita sudah melihat hasilnya, semua pengendara motor menggunakan helm. Saya pun berpikir bagaimana membangun sebuah kebiasaan menyajikan makanan secara aman sehingga akan terbentuk budaya makan yang aman. Mencuci tangan sebelum makan, misalnya, mesti dibudayakan karena di tangan kanan kita, setelah saya teliti, ada satu setengah juta bakteri per sentimeter persegi. Kalau cuci tangan sudah menjadi budaya, bangsa ini akan lebih sehat. Ini salah satu persoalan yang ada. Kelak setelah cara-cara hidup sehat sudah menjadi budaya kita tidak akan perlu lagi merumuskannya dalam peraturan. (WI/Donny Iswandono)

No comments:

Post a Comment

Donate

 
Original Design by Ashoka Indonesia Modified by Ido